Oleh: Asngari, Sth.I
Di kalangan masyarakat kita, ketika ada orang meninggal dunia
dan dimakamkan maka dibacakan talqin, yaitu sebuah tuntunan kepada mayit agar
mudah menjawab pertanyaan malaikat Mungkar dan Nakir. Hampir di Negara manapun
yang menganut Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah akan menerapkan tradisi ini.
Talqin mayit bukanlah bid’ah seperti yang dituduhkan sebagian
kaum wahabi terhadap penganut aswaja.
Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Mahazhab mengatakan
bahwa bid’ah adalah sesuatu yang baru dalam agama yang tidak ada dalilnya.
Dalil-dalil itu adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas. Selama masih ada
dalilnya dari salah satu yang empat tersebut maka itu bukan bid’ah. [1] Syeh Islam Ibn Taimiyah
menyatakan:
فا ءجاب
......هذالتلقين المذكور قد نقل عن طا ئفة من الصحا بة انهم امروا به كاءبي اما مه
البا هلي وغيره : ان هذالتلقين لا باءس به (مجموع فتوي ابن تيمية)
Talqin yang
tersebut ini (talqin setelah mayit dikuburkan) telah diriwayatkan dari
segolongan sahabat bahwa mereka memerintahkan Abu Umamah Al-bahili serta
beberapa sahabat lainnya oleh karena ini Imam Ahmad Bin Hambal dan para ulama
lainnya mengatakan bahwa “sesungguhnya talqin mayyit itu tidak apa-apa untuk
diamalkan”.[2]
[1] Imam Nawawi dalam kitab
Majmu’ Syarah Mahazhab. Contoh
sederhana; kalau kita zakat fitrah tentunya mesti memakai kurma, karena
Rasulullah Saw tidak pernah pakai beras. Pakai beras itu adalah Qiyas dari
kurma dan gandum.
[2] Syeh Islam Ibn Taimiyah, Majmu’
fatawa, Juz I hlm: 242. Ibn Taimiyah
tidak mengatakan bahwa talqin itu bid’ah, yang jelas ini masalah khilafiyah
bukan bid’ah. (khilafiyah; perbedaan pendapat antar ulama’)