Oleh: Von Edison Alouisci
(Sunni Madzhab Syafi’i)
Dalam bidang tasawuf seringkali dikenal istilah thoriqoh,
yang berarti jalan untuk mencapai keridhoan Allah Swt. Dengan pengertian ini
bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi
mengatakan ( الطروق بعدد انفس
المخلوق) yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak hitungan nafas makhluk,
aneka ragam dan bermacam-macam. Kendati demikian orang yang hendak menempuh
jalan tersebut hendaklah hati-hati, karena dinyatakan pula ( فمنها مردودة ومنها
مقبو لة) yang artinya dari sekian banyak jalan, ada yang
sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada pula yang tidak diterima.
Yang dalam istilah ahli thoriqoh disebut mu’tabaroh wa ghoiru mu’tabaroh.
Awalnya thoriqoh dari Nabi Muhammad yang menerima wahyu dari
Allah Swt melalui malaikat Jibril As. Jadi thoriqoh yang mu’tabar itu sanadnya
(silsilahnya) muttasil bersambung sampai Nabi Muhammad Saw. Kalau ada thoriqoh sanadnya tidak sampai
kepada Nabi Muhammad Saw, maka thoriqoh tersebut tidaklah sah. Barometer lain
untuk menentukan ke-mu’tabarohan suatu thoriqoh adalah pelaksanaan syariat.
Dalam semua thoriqoh syari’at dilaksanakan secara ketat. Semua ibadah ada cara
atau metodenya; sholat, puasa, zakat, haji semua ada metodenya dan cara-cara
itu dinamakan thoriqoh. [1]
DASAR THORIQOH
Dan jika manusia tetap pada suatu thoriqoh, pasti mereka akan
mendapatkan air yang menyegarkan. (Q.s. Al-Jin: 16)
Berdasarkan ayat di atas ajaran thoriqoh adalah ajaran agama
Islam, bukan ajaran ulama’ salaf (ulama’ pertengahan setalah para sahabat).
Sebagaimana anggapan sebagian kecil ummat Islam. Ajaran thoriqoh di titik
beratkan pada ajaran dzikrullah. Masalah dzikrullah telah diajarkan oleh Nabi
Besar Muhammad Saw tersebut di dalam al-qur’an:
Sungguh ada bagi kamu di dalam diri Rosul itu contoh yang
bagus, bagi siapa saja yang ingin bertemu Allah dan hari akhir, maka Dzikirlah
kepada Allah yang sebanyak-banyaknya. (Q.s. Al-Ahzab; 21).
Ajaran thoriqoh/Dzikrullah ini adalah ajaran yang bersifat
khusus, artinya tidak akan diberikan kepada siapa saja. Selama orang itu tidak
memintanya. Oleh sebab itu untuk menerima ajaran thoriqoh/Dzikrullah ini harus
melalui bai’at. Tersebut di dalam al-qur’an:
Sesungguhnya orang –orang yang baiat kepadamu (Muhammad)
sesungguhnya mereka BAIAT kepada Allah. (Q.s. Al-Fath: 10).
Di antara thoriqoh mu’tabaroh adalah sebagai berikut:
THORIQOH SYATARIYYAH
Thoriqoh Syatariyyah pertama kali digagas oleh Abdullah
Syathar (w.1429 M). thoriqoh syatariyyah berkembang luas ke tanah suci (Makkah
dan Madinah) di bawa oleh Syeh Ahmad Al Qusyasi (w.1661/1082) dan syeh Ibrahim
al-Kurani (w. 1969/1101) dan kemudian diteruskan oleh syeh abdul Rauf
al-sinkili ke nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syeh Burhanuddin
ke Minangkabau.
Thoriqoh syatariyyah sesudah syeh burhanuddin berkembang
menjadi 4 kelompok yakni; pertama silsilah yang diterima dari imam maulana.
Kedua, silsilah dari tuan kuning syahril lutan tanjung medan ulakan. Ketiga,
selsilah dari tuanku ali bakrie di sikabu ulakan. Ke-empat, silsilah oleh
tuanku kuning zubir yang ditulis dalam kitab syifa’ al-qulub.
Untuk mendukung kelembagaan thoriqoh, kaum syatoriyyah
membuat lembaga formal berupa organisasi social keagamaan jama’ah syatariyyah
sumatera barat dengan cabang dan ranting-ranting diseluruh minangkabau. Bukti
kuat dan kokohnya kelembagaan syatariyyah dapat ditemukan wujudnya pada
kegiatan ziarah bersama ke makam syeh Burhanudin ulakan.
THORIQOH NAQSABANDIYYAH
Peletak dasar Thoriqoh Naqsabandiyyah ini syeh Muhammad bin
Muhammad Bahauddin Syah Naqsabandi Al-Uwais Al-Buchori Ra. (717-865 H)
Dijelaskan oleh syeh Majid bin Muhammad al-Khoni dalam
bukunya Hadaiq al Wardiyyah bahwa thoriqoh Naqsabandiyah ini adalah thoriqohnya
para sahabat yang mulia Ra sesuai dengan aslinya, tidak menambah dan tidak
mengurangi. Ini merupakan untaian ungkapan dari langgengnya (terus-menerus)
ibadah lahir batin dengan kesempurnaan mengikuti sunnah yang agung serta
kesempurnaan dalam menjauhi bid’ah dan rukshoh dalam segala keadaan gerak dan
diam. Serta langgengnya rasa khudur bersama Allah Swt mengikuti Nabi Saw dengan
segala yang beliau sabdakan dan memperbanyak dzikir qolbi.
Dzikirnya para guru Naqsabandiyah adalah qolbiyyah
(menggunakan hati). Dengan itu mereka bertujuan hanya kepada Allah Swt. Semata
dengan tanpa riya’ dan mereka tidak mengatakan suatu perkataan dan tidak
membaca suatu wirid kecuali dengan dalil dan sanad dari kitab Allah Swt atau
sunnah Nabi Saw.
Syeh ali Mustofa bin abu bakar ghiyasuddin an-naqsabandi
menyatakan dalam risalahnya at-Thoriqoh An-Naqsabandiyah Thoriqoh Muhammadiyah
bahwa thoriqoh ini memiliki 3 marhalah:
1.
Hendaklah
anggota badan kita berhias dengan dhohirnya syariah muhammadiyah
2.
Hendaknya
jiwa-jiwa kita bersih dari nafsu-nafsu yang hina; hasad, thoma’, riya’, nifaq,
ujub, pada diri sendiri. Oleh hal itu merupakan sifat yang paling buruk dan
karenanya iblis mendapatkan laknat.
3.
Berteman
dengan shodikin (orang yang jujur)
Thoriqoh naqsabandiyah ini mempunyai banyak cabang aliran
thoriqoh di Mesir, Turki, Indonesia
Sementara thoriqoh Naqsabandiyah masuk ke nusantara dan
minangkabau pada tahun 1850. Thoriqoh Naqsabandiyah masuk ke minangkabau sejak
abad 17, pintu masuknya melalui daerah pesisir periaman, kemudian terus ke
Agamdan lima puluh kota.
Thoriqoh Naqsabandiyah diperkenalkan ke wilayah ini pada
paruh abad 17 oleh Jamaluddin seorang Minangkabau yang mula-mula belajar di
Pasai. Sebelum ia melanjutkan ke Bayt al-Faqih, Aden, Haramain dan India.
Naqsabandiyah merupakan salah satu thoriqoh sufi yang paling
luas penyebarannya dan terdapat banyak wilayah Asia Muslim serta Turki Bosnia
Herzegovina dan wilayah Voga Ural.
Bermula di bukhoro pada akhir abad 14 Naqsabandiyah mulai
menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia muslim dalam kurun waktu 100 tahun.
Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang mujaddidiyah.
Cirri yang menonjol dari thoriqoh Naqsabandiyah adalah
diikutinya syariat dengan ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan
penolakan terhadap music dan tari, serta lebih mengutamakan berdzikir dengan
hati.
Penyebaran thoriqoh Naqsabandiyah ditunjang oleh ulama’
minangkabau yang menuntut ilmu di Mekkah dan madinah, mereka mendapat ba’iat
dari syekh Jabal Qubais di Makkah dan syeh Muhammad Ridwan di Madinah. Misalnya
syeh Abdurrahman di batu hampar payuambuh (1899 M) syeh Ibrahim kumpulan lubuk
sikaping syeh Katib Ali Padang (1936 M) dan syeh Muhammad sa’ad Bonjol. Mereka
adalah ulama’ besar dan berpengaruh pada zamannya serta memiliki ratusan ribu
orang kemudian menyebar kan thoriqoh ini ke daerah asal mereka masing-masing.
Di jawa tengah thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyah disebarkan
oleh KH. Abdul Hadi Giri Kusumo Mranggen uang kemudian menyebarkan ke Popongan
Klaten Kh. Arwani Amin kudus, KH. Abdullah salam Kajen, Margoyoso, Pati KH
Hafidh Rembang. Dari tangan mereka yang penuh berkah pengikut thoriqoh ini
semakin berkembang menjadi ratusan ribu orang jama’ah.