Sabtu, 27 Oktober 2012

Bermazhab Secara Manhaji


Oleh: Asngari, S.Th.I
Buku ini lebih pas dikategorikan sebagai kritik internal kalangan muda NU dan pemikir tua yang bergairah muda atas praktek bahsul masail. Satu institusi NU yang menjawab persoalan-persoalan sosial yang muncul di masyarakat. Imam  yahya , marzuki wahid, sumanto al qurtubi, adalah bagian dari anak-anak muda NU yang memiliki kegelisahan intelektual melihat praktek bahsul masail [BM] yang tidak mampu menjawab persoalan modern seperti kemanusiaan, lingkungan hidup, kesehatan, koorupsi, dan permasalahan kekinian lainya. Sementara KH,husein muhammad termasuk generasi tua NU tetapi memiliki pemikiran progresif dan maju. 

Lembaga bahsul masail NU [ LBMNU] memiliki kedudukan yang terhormat di mata orang NU karena fungsinya yang sangat fundamental menjawab kedudukan hukum dari kaca mata fiqh atas persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat. LBMNU memberi jawaban halal atau haram yang menjadi pedoman bagi warga NU.

Warga NU menempatkan fiqh diatas ilmu-ilmu lain seperti ahlak dan tasawuf. Fiqh menentukan apa yang boleh dikerjakan dan apa yang dilarang. Fiqh menyediakan perangkat pedoman hidup bagi umat islam. Karena saking sentralnya fiqh bagi warga NU maka meberadaan LBMNU sebagai pemegang otoritas atas fiqh menentukan kecenderungan fiqh warga NU. Dengan begitu corak keberagaman warga NU dapat di lihat dari corak pemikiran LBMNU.

Keberadaan LBMNU sebagai wahana ijtihad ulama NU, baik dari sisi historis maupun operasionalnya, menurut KH. Sahal mahfud merupakan forum yang dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Bersifat dinamis karena persoalan yang di bahas selalu mengikuti perkembangan/ tren perkembangan hukum yang ada di masyarakat. Lembaga ini tidak membedakan kyai dan santri, tua ataupun yang muda. Mereka yang memiliki paling kuat yang digunakan. Lembaga ini juga berwawasan luas karena tidak ada dominasi mazhab dan sepakat dalam perbedaan pendapat [khilaf]

Memang sudah semestinya lembaga yang bergerak dalam ijtihad fiqih mengikuti pendapat rois Am PBNU itu. Kenapa demikian? Fiqh adalah produk ijtihad ulama yang bisa saja berbeda antara satu orang dengan yang lainya. Satu tempat dengan tempat yang lainya. Itulah karakter dasar dari fiqh, fleksibel, dinamis.

Fleksibilitas fiqh ini tidak berarti menggesernya dari kedudukan nya sebagai ilmu yang paling di utamakan warga NU. Karena NU menyadari kenyataan perkembangan zaman yang tidak dapat dibendung sementara nash-nash agama, sebagai acuan untuk  menentukan kedudukan hukum persoalan dimasyarakat sudah terhenti pewahyuanya. Sehingga terjadi kesenjangan antara persoalan sosial yang timbul dan keberadaan nash-nash yang terbatas.  Karena itu lah ijtihad sangat urgen untuk menjembatani kesenjangan itu. Di kalangan pesantren kesenjangan itu sudah lumrah diketahui yang di katakanya: lianna al nusus mutanahiyah wal hawadis ghoiru mutanahiyyah [ nash-nash sudah terhenti pewahyaunya, sementara persoalan kehidupan selalu malaju dan berkembang]

Problem
Sebagai forum pengkajian dan ijtihad kalangan NU, betul BM adalah  intitusi yang dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Ia dapat di hadiri oleh siapapun baik yang berlatar belakang kyai ataupun santri tua maupun muda. Terbuka dialog dan perdebatan di dalamny, tersedia berbagai argumentasi yang di butuhkan yang di sediakan baik dalam kitab-kitab klasik maupun modern.  Meski demikian BM tasak mampu beranjak dari pendapat-pendapat mazhab yang tersedia di dalam kitab-kitab klasik. BM aeolah tidak mampu keluar dari dominasi mazhab yang tersedia dalan kutub al-muktabarah. Bahkan al-kutub al muktabarah yan di pakaipun tidak banyak memanfaatkan kitab-kitab yang dikarang oleh pendiri mazhab, seperti Al-Um  karya imam syafii. Justru kitab-kitab karya imam nawawi, Nihayat al Muhtaj karya Imam Ramli, Mugni al Muhtaj karya Imam Syarbini, al Muharrar karya Imam Rofi‘i, Inganah Tolibiin karya Imam Dimyati dan kitab-kitab lainya yang bermadhab Syafi‘iyah.

Kecenderungan BM terpaku pada pendapat mazhab ini sudah berlangsung cukup lama dan seolah-olah ada ikatan dinas. BM dengan alkutub al muktabarah itu. Adalah tidak salah mengambil pendapat ulama terdahulu untuk menjawab persoalan modern. Hanya saja qaul yang di sediakan dalam kutub muktabarah itu tidak mamu menjawab persoalan modern, karena kitab-kitab itu di karang dalam waktu yang berbeda dengan kondisi sekarang. Tidak semua persoalan ada jawaban nya dalam al kutub al muktabarah atau jika pun ada belum tentu relevan dengan perkembangan zaman. Karena itu sangatlah naïf jika memaksa qaul kekinian, sementara metodologi mazhab di abaikan.

Bermadhab Secara Manhaji
LBMNU  telah menetapkan prosedur pengambilan keputusan dalam lembaga itu. Langkah pertama dengan taqriri jama’i. cara ini di gunakan untuk menjawab persoalan kehidupan dengan merujuk jawabanya dengan mengutip sumber fatwa dari kitab-kitab rujukan [al-kitab al-muktabarah ]. Cara demikian hanya dengan menetapkan yan ada dalam kitab, karena pendapat mereka [ qaul fiqh ] masih relevan dengan kondisi sekarang tanpa perlu pengkajian dan kritik.

Cara kedua dengan ilhaq al-masail bi nadzoriha. Langkah ini di lakukan dengan cara mempersamakan persoalan fiqh yang belum di temukan jawabannya dalam al kutub al muktabarah secara tekstual dengan persoalan yang sudah ada jawabannya.

Langkah pertama dan kedua menunjukkan sikap taklid dan ketidakberanian kalangan NU untuk beranjak dari dari qaul madzhab. Baik langkah pertama dan kedua tetap merujuk pada qul madzhab.
Yang sebenanya di perlukan ulama NU  sekarang adalah tidak saja menggunakan qaul madzhab tetapi yang terpenting adalah menggunakan manhaj mazhab dalam mengambil keputusan. Manhaj madhaz, baik yang dituangkan dalam ushul fiqh maupaun qawaid fiqh. Sudah semestinya di gunakan kalangan NU dalam menjawab persoalan kekinian.

Dalam mengguanakan manhaj madzhab ulama NU dapat langsung merujukapada sumber-sunber syariat [alquran dan al hadis]  dalam melakukan istimbat hukum. Dalam mengguankan manhaj ini tidak berarti NU keluar dari madzhab. Ia tetap bermadzhab tetapi tidak semata qauli tetapi manhaji.


Resensi Buku
Judul buku
 Kritik nalar Fiqh NU

Tranformasi Paradigma

 Bahsul Masail
Editor
: M imdadun Rahmat
Penerbit
: PP. lakpesdam NU

Agustus 2002, cetakan I 
Tebal
: 278+ XXVI