Rabu, 31 Oktober 2012

Zakat dan Kepedulian Sosial



Oleh: Asngari, S.Th.I


Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin sebenarnya telah menawarkan solusi terhadap kepincangan ekonomi beserta efek negative yang ditimbulkannya lewat institusi zakat, dimana zakat merupakan salah satu sumber ekonomi umat Islam disamping sebagai bentuk kepedulian islam terhadap kemungkinan terjadinya gejolak dimasyarakat karena perbedaan ekonomi di masyarakat.

Kita semakin amat mengetahui bahwa ketimpangan ekonomi dan status social yang terjadi di masyarakat disebabkan karena perputaran harta yang hanya ditangan orang-orang tertentu saja, dan zakat hadir untuk memeratakannya.

Allah berfirman dalam al-Qur’an:
كي لا يكون دو لة بين الاْ غنياء منكم ( الحشر : 7)
Supaya harta itu jangan hanya berada di antara orang kaya saja di antara kamu. (Al-Hasyr: 7)

Di samping itu zakat juga merupakan bukti adanya ikatan kekeluargaan sesame muslim, yang pada gilirannya akan menjadikan umat Islam sebagai satu kesatuan untuk saling menunjang satu sama lain. Dengan demikian zakat diharapkan mampu mengentaskan dan mengurangi angka kemiskinan beserta akibat-akibatnya dan mengangkat kehancuran ekonomi seluruh bangsa. Sehingga tidak salah bila diasumsikan bahwa akan mampu memberikan solusi yang tepat bagi keterpurukan bangsa dalam bidang ekonomi.[1]

Namun sayangnya pelaksananaan zakat oleh umat Islam di Negara kita ini, masih kurang optimal, dan belum berjalan sebagaimana diharapkan. Hal ini mengingat potensi umat Islam sebagai penduduk terbesar di negeri ini dengan perolehan zakat yang berhasil dikumpulkan setiap tahunnya sangat jauh sekali perbandinganya. Oleh karena itu perlu dilakukan penyadaran kembali atas diri umat islam tentang pentingnya mengeluarkan zakat sebagai sarana untuk membersihkan dan mensucikan harta dan jiwa mereka.

Islam sebagai agama terakhir telah menjamin memperoleh dan mengakui hak milik (harta) pemiliknya secara pribadi yang diperolehnya dengan cara yang benar.
Kepemilikan tersebut dihormati dan dihargai oleh Islam sebagaimana Islam menghormati kemerdekaan seseorang.
Islam melarang dengan tegas dan mengharamkan pemilikan harta yang diperoleh dengan cara yang bathil atau tidak benar.

يا ءيها الذ ين امنوا لا تاء كلو ا اموالكم بينكم با البا طل  

Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil (al-Nisa: 29)

Sungguhpun Islam telah menghargai hak milik pribadi namun Islam juga memberikan syarat yang sangat memberatkan yaitu harta yang diperolehnya itu harus dengan jalan yang halal. Dengan cara yang diperbolehkan Islam. Sehingga cara-cara seperti riba, korupsi, judi, menipu dan sebagainya diharamkan oleh Islam. Islam jelas-jelas menentang dan memeranginya.

Bahkan Islam berpendapat bahwa, peribadatan yang berafiliasi dari perolehan harta haram maka peribadatan tersebut tidak diterima oleh Allah Swt.

Berkaitan dengan harta yang halal pun Islam masih mempunyai beberapa saran yaitu:
1.      Si pemilik harta hendaknya tidak beranggapan bahwa dialah pemilik harta tersebut, tetapi dia harus berkeyakinan bahwa Allah lah pemilik sejati semua yang ada.
2.      Dalam memiliki harta titipan Allah, Islam menuntut kepada pemiliknya agar punya rencana yang tepat dan cita-cita yang tinggi. Artinya jangan sampai harta yang dimiliki tadi tidak dimanfaatka dan dinafkahkan kecuali dijalan Allah seperti menyantuni yatim piatu, fakir miskin dan lain sebagainya.
3.      Karena hakikat harta itu hanyalah titipan Allah sesungguhnya si pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya. Firman Alloh:
وانفقوا مما جعلكم مستخلفين فيه (الحديد: 7)
Dan nafkahkanlah sebagian hartamu yang allah telah menjadikan kamu menguasainya (al-hadid: 7)

Jadi orang manganggap dirinya hanyalah diberi kekuasaan oleh Allah terhadap harta yang berada di tangannya (istihlaf) ia akan lebih berhati-hati dalam mentasarufkan hartanya, baik untuk dirinya sendiri, keluarga maupun orang lain. Sekilas kita paham pandangan Islam tentang harta benda dan telah mengetahui latar belakang masalah dan giliran kita untuk bertindak menanggulangi permasalahan tersebut. Bagaimana caranya? Tentunya dengan sadar, kita harus menyalurkan setiap kelebihan dari harta benda kita baik berupa zakat infaq maupun shodaqoh. [2]


[1] Muhammad al-ghozali, Kumpulan Khotbah Dalam Masalah-Masalah Agama dan Kehidupan No. 1 Cet: III (Surabaya: Duta ilmu, 1994)
[2] Jalaludin Rahmat, Menjawab Soal-Soal Islam Kontemporer Cet: I, (Bandung: Mizan, 1998)