Rabu, 29 Agustus 2012

KEGIATAN DZIKIR FIDA’ DAN PENGARUHNYA DALAM SOSIAL MASYARAKAT DESA SUKOREJO PONOROGO

Oleh: Asngari, S.th.I
 
A.    PENDAHULUAN
Dzikir fida’ atau juga disebut dengan tahlilan adalah acara ritual (serimonial) memperingati hari kematian yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat Indonesia. Acara tersebut diselenggarakan ketika salah seorang dari anggota keluarga telah meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai dilakukan, seluruh keluarga, handai taulan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit hendak menye-lenggarakan acara pembacaan beberapa ayat al Qur’an, dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan untuk mayit di “alam sana” karena dari sekian materi bacaannya ter-dapat kalimat tahlil ( لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ) yang diulang-ulang (ratusan kali), maka acara tersebut biasa dikenal dengan istilah “Tahlilan”. Pada saat itu pula, biasanya keluarga mayit menghidangkan makanan serta minuman untuk menjamu orang-orang yang sedang berkumpul di rumahnya tersebut.[1]
Banyak hal yang melatarbelakangi seseorang melakukan ritual tertentu. Seperti halnya ritual dzikir fida’ yang ada di desa Sukorejo. Pelaksanaan dzikir fida’ di desa tersebut sudah menjadi hal yang harus dilakukan oleh keluarga yang saudaranya meninggal. Hal ini terntunya sangat berkaitan erat dengan keluarga yang ditinggal, yang kita tahu bahwa pelaksanaan dzikir fida’ membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Selain dilakukannya ritual dzikir fida’ pada saat pengiriman do’a kepada seseorang yang sudah meninggal sampai berkelanjutan pada hari-hari yang sudah di tentukan, dzikir fida’ yang ada di Desa Sukorejo juga dilaksanakan setiap sebulan sekali secara bergantian di tiap-tiap tempat ibadah (masjid/mushala) di tiap-tiap dukuh di Desa Sukorejo yaitu di dukuh Sumberejo, Mblimbing, Dare, Gelagahombo dan Ngasinan.[2]
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis akan memaparkan aspek-aspek menarik untuk diteliti dan menjadikan wacana baru bagi perkembangan ilmiah yang berkaitan dengan seberapa signifikan ritual dzikir fida’ dalam masyarakat Desa Sukorejo, motif seseorang melakukan ritual dzikir fida’ sumber dan dalil yang mendasari masyarakat yang ada di desa Sukorejo melakukan praktek dzikir fida’, kemudian menjelaskan argumen atau dalil yang menjadi motivasi masyarakat desa Sukorejo melakukan dzikir fida’ secara obyektif tanpa memihak kepada salah satu kelompok.
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki arti akademis (academic significance) yang menambah informasi dan dipertimbangkan dalam memperkaya teori tentang permasalahan yang berkaitan dengan dzikir fida’.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Lapangan. Data-data dicari dan ditemukan melalui pendapat dan juga kejadian-kejadian yang relevan dengan pembahasan dengan tidak mengesampingkan teori-teorai sosial yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan.
Untuk proses penelitian, maka penulis memberikan kerangka teori dalam pengumpulan data yang dibagi menjadi beberapa bagian, yakni:
Ø  Tinjauan Pustaka
Ø  Observasi
Ø  Wawancara
Wawancara dilakukan hanya sebagian orang saja yang kira-kira bisa mewakili suara mayoritas masyarakat termasuk di dalamnya tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama. Selain itu juga diadakan wawancara kepada jama’ah dzikir fida’ yang ada di Desa Sukorejo, karena hal ini berkaitan erat dengan motivasi masyarakat dalam ritual dzikir fida’.




B.     SEJARAH DZIKIR FIDA’
Tahlilan atau upacara selamatan untuk orang yang telah meninggal, biasanya dilakukan pada hari pertama kematian sampai dengan hari ke-tujuh, selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, ke-satu tahun pertama, kedua, ketiga dst. Dan ada juga yang melakukan pada hari ke-1000. Dalam upacara dihari-hari tersebut, keluarga si mayyit mengundang orang untuk membaca beberapa ayat dan surat Alquran, tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan doa. Pahala bacaan Alquran dan dzikir tersebut dihadiahkan kepada si mayyit.
Menurut penyelidikan para ahli, upacara tersebut diadopsi oleh para da’i terdahulu dari upacara kepercayaan Animisme, agama Budha dan Hindu. Menurut kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhisme bila seseorang meninggal dunia maka ruhnya akan datang kerumah pada malam hari mengunjungi keluarganya. Jika dalam rumah tadi tidak ada orang ramai yang berkumpul-kumpul dan mengadakan upacara-upacara sesaji, seperti membakar kemenyan, dan sesaji terhadap yang ghaib atau ruh-ruh ghaib, maka ruh orang mati tadi akan marah dan masuk (sumerup) ke dalam jasad orang yang masih hidup dari keluarga si mati. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan kawan-kawan atau masyarakat tidak tidur, membaca mantera-mantera atau sekedar kumpul-kumpul. Hal semacam itu dilakukan pada malam pertama kematian, selanjutnya malam ketiga, ketujuh, ke-100, satu tahun, dua tahun dan malam ke-1000.[3]
Setelah orang-orang yang mempunyai kepercayaan tersebut masuk Islam, mereka tetap melakukan upacara-upacara tersebut. Sebagai langkah awal, para daI terdahulu tidak memberantasnya, tetapi mengalihkan dari upacara yang bersifat Hindu dan Budha itu menjadi upacara yang bernafaskan Islam. Sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk shodaqoh. Mantera-mantera digantika dengan dzikir, doa dan bacaan-bacaan Alquran. Upacara semacam ini kemudian dinamakan Tahlilan yang sekarang telah membudaya pada sebagian besar masyarakat.
Dalam acara Tahlilan , keluarga mayyit biasanya menyediakan makanan untuk orang-orang yang datang pada upacara tersebut sebagai sedekah.
Dalam pandangan lain tentang dzikir fida’ Nabi Muhammad SAW memerintahkan supaya para tetangga memberi atau menyediakan makanan kepada keluarga mayyit. Para tetangga, sanak famili, dan handai tolan supaya datang ikut bela sungkawa dengan membawa sesuatu untuk penyelenggaraan jenazah atau membawa makanan untuk keluarga yang dilanda musibah.
Rasulullah SAW bersabda berkata Abdullah bin Jafar tatkala datang khabar bahwa Jafar telah terbunuh, Rasulullah SAW bersabda: Bikinkanlah makanan untuk keluarga Jafar karena telah datang kepada mereka hal yang menyibukkan mereka (HR Asy-SyafiI dan Ahmad)
Jadi yang menyediakan makanan adalah tetangga untuk keluarga yang kena musibah kematian, bukan yang terkena musibah menyediakan makanan buat orang yang datang. Dan hadits lain menerangkan bahwa menghidangkan makanan dalam upacara kematian adalah termasuk meratap yang dilarang oleh agama sebagaimana hadits yang diriwayatkan imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah Al Bajali dengan sanad yang shohih:
“Adalah kami (para sahabat) menganggap bahwa berkumpul di rumah ahli mayyit dan mereka menyediakan makanan sesudah mayyit dimakamkan adalah termasuk perbuatan meratap”.
Riwayat lain menerangkan: Bahwa Jarir datang kepada Umar ra, lalu Umar bertanya: Adakah mayyit kalian diratapi ? Dia menjawab: Tidak, lalu bertanya juga: Adakah orang-orang berkumpul di keluarga mayyit dan membuat makanan ? Dia menjawab: ya, maka Umar berkata: Yang demikian adalah ratapan. (Al Mugni Ibnu Qudamah zuz 2 hal 43). Diterangkan dalam kitab Ianatu Thalibin jilid 2 hal 145-146 , bahwa fatwa-fatwa dari mufti-mufti Mekah dari 4 Madzhab menerangkan tentang dzikir fida’;[4]
  1. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mufti Madzhab Syafii:
“Ya, perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang berkumpul dirumah orang yang kena musibah kematian dan menyediakan makanan adalah perbuatan bid’ah munkarah dan penguasa yang mencegahnya akan mendapatkan pahala.”
  1. Fatwa dari Mufti Madzhab Hanafi:
“Ya, penguasa akan diberi pahala karena melarang manusia dari perbuatan bidah.”
  1. Fatwa Madzhab Maliki dan Hambali:
“Telah menjawab seperti kedua jawaban di atas mufti Madzhab Maliki dan Mufti Madzhab Hambali.”
Tentunya pendapat di atas menjadi salah satu wacana tentang sejarah dan bagaimana perkembangan dzikir fida’. Dalam masyarakat desa Sukorejo sering mengadakan kegiatan dzikir fida’ atau juga disebut dengan tahlilan. yaitu acara ritual memperingati hari kematian yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat Indonesia. Acara tersebut diselenggarakan ketika salah seorang dari anggota keluarga telah meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai dilakukan, seluruh keluarga, handai tau-lan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit hendak menyelenggarakan acara pembacaan beberapa ayat al Qur’an, dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan untuk mayit di “alam sana” karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil ( لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ) yang diulang-ulang (ratusan kali), dan juga dengan bacaan-bacaan lain berupa.
Hal ini dilaksanakan setiap keluarga yang ditinggal dan seakan-akan menjadi suatu kewajiban bagi mereka untuk mengadakan upacara atau kegiatan tersebut, walaupun kadang mereka sendiri tidak tahu tentang alasan mengapa harus mengadakan upacara tersebut. Selain itu tahlilan di Desa Sukorejo tersebut juga diadakan di masjid/ mushola tiap dukuh rutin setiap bulan. Hal ini mungkin dilakukan untuk membiasakan diri agar lebih dekat kepada Tuhan.[5]


C.    KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DESA SUKOREJO
Masyarakat Desa Sukorejo bisa dikatakan sebagai masyarakat yang tingkat sosial kemasyarakatannya cukup tinggi, hal ini terlihat ketika dalam sebuah kegiatan yang melibatkan penduduk setempat ternyata banyak yang berpatisipasi dan terlihat kesadaran masyarakat akan gotong royong cukup tinggi. Selain itu terlihat juga dalam kepedulian sesame, ketika salah satu penduduk yang mempunyai hajatan (acara), banyak dari tetangga, kerabat, dan sanak famili yang datang untuk membantu tanpa adanya pamrih. Hal ini membuktikan bahwa rasa solidaritas antar masyarakat terjalin baik.
Tidak hanya dari kaum adam saja, sikap solidaritas juga ditunjukkan oleh kaum putrid, mereka juga mengadakan berbagai macam kegiatan yang melibatkan ibu-ibu dan juga remaja dalam bentuk yasinan rutin.[6]

D.    ALASAN DIADAKANNYA KEGIATAN DZIKIR FIDA’ DAN PENGARUHNYA DALAM SOSIAL MASYARAKAT DESA SUKOREJO
Kegiatan dzikir fida’ atau juga disebut dengan tahlilan yang ada di Desa Sukorejo memang banyak alasan yang mendorong berdirinya kegiatan tersebut. Tahlilan atau dzikir fida’ untuk memperingati kematian salah seorang yang meninggal memang sudah membudaya di Desa Sukorejo dan bahkan juga di desa-desa lainnya, karena hal tersebut sudah menjadi kebudayan agama di Indonesia, selain sebagai rasa solidarisme terhadap sesam, juga menjadikan momen tersebut sebagai wujuda simpati dan rasa peduli terhadap keluarga mayyit.
Dzikir fida’ atau tahlilan yang rutin diadakan setiap satu bulan sekali memang sudah ada sejak lama, namuk kegiatan tersebut berangsur-angsur mati dan Menurut tokoh masyarakat yang ada di desa Sukorejo, alasan diadakan kembali kegiatan dzikir fida’ adalah wujud kesadaran masyarakat kepada bentuk ibadah. Selain itu dalam kegiatan ini masyarakat lebih diuntungkan dengan kesempatan berkomunikasi satu dengan yang lainnya, juga dalam kegiatan ini diadakannya musyawarah bersama jika ada hal ataupun masalah yang menyangkut warga masyarakat.[7]
Banyak pendapat warga yang, memang diadakannya kembali kegiatan tahlilan untuk menumbuk kembangkan kesadaran beragama warga Desa Sukorejo, selain itu warga juga sepakat untuik mengadakan perkumpulan bersama dalam bentuk suatu perkumpulan agama, jadi sangat tepat kalau tahlilan sebagai salah satu solusi akan keinginan masyarakat.[8] Melihat kesadaran masyarakat yamg menginginkan kembali diadakannya kegiatan dzikir fida’ atau tahlilan secara rutin mungkin juga menjadi motivasi tersendiri bagi imam di Desa Sukorejo.
Dari sebagian sebagian wawancara memang kebanyakan tanggapan mereka hamper seluruhnya sama, meskipun kadang ada sebagian warga yang tidak tahu kapan dan kenapa diadakan kegiatan dzikir fida’ atau tahlilan di Desa Sukorejo. Tapi hal ini sudah memberikan gambaran kalau memang kegiatan kembali tahlilan secara rutin di Desa Sukorejo kebanyakan muncul dari hasil musyawarah warga Desa Sukorejo yang peduli dengan kegiatan keagamaan di desa tersebut. Terlihat kebanyakan yang mengusulkan dalam menghidupkan kembali kegiatan tersebut muncul dari mereka yang tingkat kesadaran beragamanya tinggi.
Sebagian masyarakat memang kurang mengetahui sejarah dan latar belakang diadakkannya kegiatan dzikir fida’ atau tahlilan di Desa Sukorejo, namun hal tersebut tidak mengurangi nilai kebersamaan dan sikap solidaritas yang tinggi yang ditunjukkan warga Desa Sukorejo, karena hal yang penting dalam bermasyarakat adalah dengan menunjukkan suasana rukun makmur, damai dan sejahtera yang hal-hal demikian bisa tumbuh dari sikap warga masyarakat dengan menunjukkan solidaritas yang tinggi. Meskipun tidak semua warga bersikap demikina namun sebagian besar sudah menunjukkan hal bik tersebut.


E.     MOTIVASI MASYARAKAT MENGIKUTI KEGIATAN DZIKIR FIDA’
Banyak hal yang melatar belakangi seseorang untuk ikut dalam kegiatan ini contohny; bapak Boiman, beliau adalah jama’ah tahlilan rutin tiap sebulan sekali. Beliau beranggapan bahwa kegiatan ini adalah suatu hal yang sangat positip karena selain kita dituntut untuk lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan berdo’a juga mengurangi kebiasaan warga yang banyak menghabiskan waktu malam mereka di gardu untuk bermain kartu (judi) dan juga habis waktu mereka untuk nongkrong di warung.[9] Salah satu alasan ini bisa menunjukkan bahwa memang mereka mengikuti kegiatan ini sepenuhnya atas kesadaran mereka sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak-pihak tertentu, meskipun kita memandang kegiatan ini menyita sebagian waktu malam mereka untuk berkumpul bersama dan melakukan ritual tertentu, tetapi hal tersebut justru membuat mereka merasa lebih baik dan hidup mereka lebih bermakna. Selain itu kata beliau kegiatan semacam demikian akan selalu dijaga dan dilestarikan demi mengurangi hal-hal negatif yang disebabkan oleh perkembangan zaman yang menjauhkan kita secara tidak langsung dari kegiatan-kegiatan keagamaan seperti dzikir fida’ yang ada di Desa Sukorejo ini.
Lain halnya dengan bapak Markom. Beliau menilai hal tersebut malah menunjukkan bentuk keinginan warga untuk bertemu satu sama lain yang dimanfaatkan untuk tukar informasi[10]. Memang sebagian masyarakat yang tingkat keilmuan keagamaan yang tinggi mereka bisamemahami makna diadakannya kegiatan dzikir fida’ di Desa Sukorejo, namun bagi mereka yang hanya mengikuti keputusan bersama dan anjuran dari imam mereka, mereka hanya memanfaatkan hal ini untuk menunjukkan sikap kebersamaan antar warga masyarakat, supaya tidak menyebabkan perpecahan hanya karena tidak mengikuti keputusan bersama.
Kegiatan tahlilan yang ada di Desa Sukorejo melibatkan hampir seluruh masyarakat khusunya kaum adam. Maka banyak mucul berbagai motivasi mereka dalam mengikuti kegiatan tersebut, sehingga secara tidak langsung muncul juga berbagai tanggapan masyarakat akan adanya kegiatan tersebut.
Dari berbagai macam tanggapan, penulis bisa menyimpulkan sedikit dari sebagian masyarakat tentang kegiatana ini antara lain:

  1. Kyai Mustajib[11]
Kyai Mustajib adalah imam masyarakat Dukuh Sumberejo Sukorejo yang merupakan salah satu tokoh agama dan beliau adalah imam tahlilan dalam kegiatan yang akan kita teliti. Beliau berpendapat bahwa hal ini merupakan suatu kegiatan yang positif, meskipun sebagian masyarakat belum mengetahui alasan diadakannya kegiatan tahlilan. Lain halnya ketika tahlilan diadakan setiap ada salah satu dari anggota msyarakat yang meninggal, pasti mereka tahu tentang arti dari toleransi antar masyarakat meskipun kegiatan tersebut bukan hanya menunjukkan rasa sosial kemasyarakatan saja tetapi dalam agama pun dianjurkan untuk mendo’akan mayyit.
Selain itu kegiatan ini juga tidak mengganggu kegiatan masyarakat karena hal ini dilaksanakan pada waktu malam hari, sehingga sebagian besar masyarakat bisa hadir dalam acara ini karena banyak di antara masyarakat yang mata pencahariannya sebagai petani yang pekerjaan seorang petani kebanyakan dilaksanakan di siang hari.[12]  



  1. Ust. Hariyanto[13]
Demikian juga dengan pendapat Ust. Harianto, bilau juga memandang kegiatan tahlilan ini sebagai wujud kesadaran masyarakat Desa Sukorejo akan pentingnya ibadah kepada Allah. “tahlilan ini merupakan bentuk perwujudan kesadaran beragama yang tinggi dari masyarakat. Kalau dipikir tidak mudah untuk mengumpulkan masyarakat dalam satu waktu dan satu tempat hanya melafadzkan kata-kata yang mungkin mereka sendiri tidak bisa memahaminya. Hal inilah yang menunjukkan bahwa masyakat peduli dengan kepentingan ibadah, sehingga mereka menyempatkan waktu untuk mengikuti kegiatan tahlilan ini” kata Ust. Harianto.
Beliau juga menambahkan bahwa kalau kegiatan ini bisa dilaksanakan di berbagai desa, alangkah indahnya kehidupan bermasyarakat yang ada di desa tersebut, karena meskipun tujuan utama diadakannya kegiatan tahlilan adalah untuk mengadakan tahlil dan berdo’a bersama, namun tidak sedikit dari masyarakat yang memanfaatkan waktu berkumpul ini untuk saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya, sehingga kerukunan antar masyarakat bisa terus berjalan dan berbagai macam urusan bisa terselesaikan.[14]

Pendapat masyarakat yang lain juga tisak jauh berbeda, bahkan ada yang mewajibkan untuk mengikuti kegiatan ini, karena kapan lagi mereka bisa lebih memusatkan pikiran untuk mendekatkan diri kepada Allah. Karena sebagian besar hidup ini habis digunakan untuk mencari duniawi saja tanpa menyempatkan untuk memperbanyak ibadah kepada-Nya, maka lewat kegiatan tahlilan rutinlah mereka bisa menyempatkan waktu hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.



F.     PENUTUP
Kegiatan dzikir fida’ adalah bentuk kegiatan keagamaan ummat Islam yang mungkin sudah menjadi sutau kewajiban sosial jika salah satu dari mereka yang meninggal, Berbagai macam panndangan islam terhadap ritual ini, diantaranya :

1.      PENDAPAT PERTAMA[15]
Hal tersebut tidak diperintahkan agama berdasarkan dalil:
1. Firman Allah surat An-Najm:38-39:
Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya
2. Surat Yaasiin:54
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. ,,,,,,,,,,,,,,,,,,
3. Surat Al Baqaraah 286
Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits:

Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendoakannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya(HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, NasaI dan Ahmad).
2.      PENDAPAT KEDUA[16]
Membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji sampai kepada mayyit, sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alquran tidak sampai. Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab SyafiI dan pendapat Madzhab Malik. Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:
Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum(HR. An-NasaI).

3.      PENDAPAT KETIGA[17]
Doa dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit berdasarkan dalil berikut ini:

1. Dalil Alquran:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa : Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami (QS Al Hasyr: 10)
Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup

2. Dalil Hadits[18]
a.       Dalam hadits banyak disebutkan doa tentang shalat jenazah, doa setelah mayyit dikubur dan doa ziarah kubur. Tentang doa shalat jenazah antara lain, Rasulullah SAW bersabda:
Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW setelah selesai shalat jenazah-bersabda: Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka (HR Muslim

Tentang doa setelah mayyit dikuburkan, Rasulullah SAW bersabda:
Dari Ustman bin Affan ra berkata: Adalah Nabi SAW apabila selesai menguburkan mayyit beliau beidiri lalu bersabda: mohonkan ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang ditanya (HR Abu Dawud)

Sedangkan tentang doa ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh Aisyah ra Bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW
Bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur ? Rasul SAW menjawab, Ucapkan: (salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik mumin maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya insya Allah- kami pasti menyusul) (HR Muslim).

b.      Dalam Hadits tentang sampainya pahala shadaqah kepada mayyit
Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk bertanya: Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya ? Rasul SAW menjawab: Ya, Saad berkata: saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya (HR Bukhari).

c.       Dalil Hadits Tentang Sampainya Pahala Saum
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka  keluarganya berpuasa untuknya(HR Bukhari dan Muslim)

d.      Dalil Hadits Tentang Sampainya Pahala Haji
Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya: Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya ? rasul menjawab: Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya ? bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar (HR Bukhari)

e.  Dalil  Ijma’[19]m
a.       Para ulama sepakat bahwa doa dalam shalat jenazah bermanfaat bagi   mayyit.
b.      Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah dimana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda:
Artinya: Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya (HR Ahmad)
f.  Dalil Qiyas
Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ada halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Alquran dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Alquran yang berupa perbuatan dan niat.
Demikian banyak kegiatan tahlilan ini melibatkan warga masyarakat namun hal tersebut tidak menjadikan suatu beban, bahkan menjadikan mereka lebih baik dan hidup mereka lebih bermakna.
Semoga hasil penelitian ini bisa menjadi wacana baru bagi pembaca dan mungkin memberikan renungan baru akan bentuk kegiatan yang bersifat religius dan bisa menjadi bahan perbandingan dengan bentuk kegiatan soaial masyarakat.


[2] Hasil wawancara field note 01/01-w/F-1/12-XII/2008
[3] http://kajian-islam.info
[4] Ibid.
[5] Hasi lwawancara dengan bpk. Mustajin fiel note 03/01-W/F-1/13-XII/2008
[6] Hasil observasi 02/01-O/F-1/06-I/2009
[7] Hasil wawancara dengan Bpk. Mustajib field note no 03/01-W/F-1/13-XII/2008
[8] Hasil wawancara dengan Bpk.Markom field note no 04/01-W/F-1/15-XII/2008
[9] Hasil wawancara dengan bapak Boiman field note no 05/01-W/F-1/15-XII/2008
[10] Hasil wawancara dengan bapak Boiman field note no 04/01-W/F-1/15-XII/2008
[11] Kyai Mustajib: tokoh agama di Desa sukorejo sekaligus imam dalam kegaitan tahlilan rutin bulanan di Desa Sukorejo.
[12] Hasil wawancara dengan Kyai Mustajib field note no 03/01-W/F-1/13-XII/2008.
[13] Ust. Hariyanto: salah satu jama’ah tahlilan sekaligus beliau pengajar di PP Darul Falah Sukorejo Ponorogo.
[14] Hasil wawancara dengan Ust. Hariyanto field note no 01/01-W/F-1/12-XII/2008.
[15] Al Mustawa, Habib Munzir “Kenalillah Aqidahmu”
[17] http://google.assunnah.web.id
[18] http://kajian-islam.info
[19] Ibid.

0 komentar: