Oleh: Asngari,
S.Th.I
Pendidikan adalah upaya pengembangan
potensi atau sumber daya insani, sehingga mampu merealisasaikan diri (self
realisation), menampilkan diri sebagai pribadi yang utuh (pribadi
muslim).Tercapainya self realisation yang utuh ini merupakan tujuan umum
pendidikan Islam yang proses pencapaiannya melalui berbagai lingkungan atau
masyarakat secara formal, non formal maupun informal.[1]
Salah satu formulasi dari realisasi
diri sebagai tujuan pendidikan yang bersifat umum ialah rumusan yang disarankan
oleh Konferensi di Mekkah, 8 April 1997 yang menyatakan bahwa pendidikan harus
diarahkan untuk mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia
menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, rasional, perasaan, dan penghayatan
lahir. Karena itu, pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segi
spiritual, intelektual, imajinataif, jasmani, ilmiah, linguistik, baik individu
maupun kolektif, dan semua itu didasari oleh motivasi mencapai kebaikan dan
profesi.[2]
Seiring dengan pencapaian tujuan
pendidikan yang utuh dan lengkap itu, satu hal bagian dari pendidikan yang
sedikit banyak menjadi problema masyarakat adalah pendidikan seksual.
Masyarakat belum sepenuhnya tahu dan peduli akan pentingnya pendidikan seksual
bagi putra- putri mereka. Problem ini, misalnya dapat dilihat dari kesulitan
sebagian besar orang tua manakala ingin memulai berbicara masalah seksualitas
pada anaknya secara apa adanya. Orang tua terkadang merasa ragu saat mereka
tidak tahu bagaimana cara memulainya atau bagaimana menjawab pertanyaan anak
tentang seksualitas.[3]
Problem tersebut perlu dicarikan
solusinya, sebab seorang anak adalah juga manusia yang diberi dorongan seksual.
Agar dorongan seksual pada diri anak bisa berjalan dengan normal tanpa
pembangkit dari luar yang menyebabkannya menyimpang dari perilaku yang lurus,
Islam menjaga anak dan menuntunnya dengan berbagai perintah dan larangan. Hal
itu dimaksudkan agar dorongan seksual yang dimilikinya itu bisa terarah secara
baik serta bisa tetap seimbang dan bersih tanpa adanya penyimpangan, bersih
tanpa ada noda.[4]
Islam tidak menganggap bahwa seks adalah sesuatu yang tabu dan kotor. Justru
sebaliknya Islam menganggap seks adalah sesuatu yang mulia yang dianugerahkan
Allah kepada Makhluk-Nya sebagai suatu yang sentral dalam kehidupan manusia
untuk mempertahankan keturunannya sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam
Al-Qur’an Surat Ali Imran : 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ
الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَاْلبَنِيْنَ وَالْقَنَا طِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ
الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَاْلخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَالِكَ مَتَاع ُالْحَياَةِ الـدُنْياَوَالله ُعِنْدَهُ حُسْنُ اْلَمـأَبِ
Artinya : “Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita- wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang- binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik( surga ).”[5]
Ayat di atas menjelaskan seks secara
biologis merupakan salah satu kebutuhan penting manusia yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dalam kehidupan. Segala kenikmatan yang ada di dunia terutama
seks jika ditempatkan sesuai dengan syariat Islam, maka hal tersebut akan
memberikan kenikmatan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, janganlah
naluri seks ini diselewengkan menurut hawa nafsu, sehingga dapat berjalan
dengan baik, wajar, tanpa menodai harkat dan martabat manusia. Di sinilah letak
pentingnya pendidikan seks, yaitu suatu pendidikan mengenai seks yang sesuai
dan sejalan dengan tuntunan agama.[6]
Berkaitan dengan pendidikan seksual
bagi anak, orang tua merupakan pihak yang paling dituntut untuk membinanya,
sebab pendidikan pada dasarnya adalah tanggung jawab mereka. Dalam keluarga,
orang tua harus mengetahui banyak informasi tentang cara- cara pembinaan anak
tentang seksualitas dan mampu melaksanakannya dengan baik. Jika hal ini tidak
diperhatikan, maka sangat dikhawatirkan anak akan terjerumus ke hal-hal yang
dilarang oleh agama. Rasa ingin tahu anak akan terus mereka kejar manakala
orang tua tidak mampu menjelaskan masalah-masalah seksualitas. Akhirnya anak
akan mecari-cari informasi dan sumber- sumber lain seperti buku, majalah, film,
dan teman-teman sebayanya.
Sehubungan dengan pentingnya
pendidikan seksual tersebut, ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan, salah seorang tokoh
Pendidikan Islam kontemporer yang terkenal dengan kegigihan dan kepeduliannya
terhadap dunia pendidikan mengungkapkan konsep pendidikan seksual. Lewat karya
terbesarnya “Tarbiyat Al-Awlad Fi Al-Islam”, ia memaparkan secara
detail, panjang lebar apa saja yang harus dilakukan oleh pendidik khususnya
orang tua terhadap anak dalam rangka pembinaan seksual mulai anak masih kecil
hingga dewasa, di antaranya adalah mengajarkan anak etika memandang lawan jenis
pada masa tamyîz, menghindarkan anak dari berbagai rangsangan seksual
pada masa pubertas, mengajarkan hukum-hukum pada masa pubertas dan balîgh
dan menjelaskan masalah seksual kepada anak secara terbuka.[7]
Pembahasan tentang pendidikan
seksual oleh ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan menurut penulis adalah sangat
komperehensif karena tawaran pemikirannya tentang pendidikan seks sangat
menyentuh aspek riil dalam kehidupan sehari-hari yang ada pada diri manusia.
Kajian tentang setiap bahasan yang dilengkapi dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan
Hadis disertai pendapat-pendapatnya
membuat karyanya tersebut unik dan menjadik ciri khusus. Selain itu jarang
sekali tokoh-tokoh pendidikan lain yang membahas tentang pendidikan seks.
1.
Landasan teori
A. Pengertian Pendidikan Seksual
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan,
sehingga pengertian pendidikan seks erat hubungannya dengan pengertian
pendidikan pada umumnya. Pengertian pendidikan seks dapat diperhatikan dari
kata yang membentuk istilah tersebut yaitu “pendidikan” dan “seks”.[8]
Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tingkah laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara mendidik.[9]
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan peserta
didik untuk memimpin perkembangan potensi jasmani dan rihaninya kea rah
keempurnaan.[10]
Dalam rumusan lain yang tidak jauh berbeda, Drs. Marimba mendefinisikan
pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju kepribadian utama.[11]
Sedangkan istilah seks dalam pengertian yang sempit berarti “kelamin”.[12]
Secara Leksikal, seks (sex ) berarti “perbedaan yang terlihat antara
perempuan dan laki-laki, atau antara organisme yang memproduksi telur dan sel
sperma. Seks juga berarti kesenangan atau kepuasan organis yang berorientasi
dengan perangsangan terhadap organ-organ kemaluan”.[13].
Menurut Nasaruddin Umar, istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk
kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual.[14]
Mugi Kasim mengartikan seks sebagai sumber rangsangan baik dari dalam maupun
dari luar yang mempengaruhi tingkah laku syahwat, yang bersifat kodrati.[15]
Berdasarkan pengertian tersebut, yang termasuk dalam pengertian seks
mencakup alat kelamin, anggota tubuh dan ciri badaniyah lainnya yang membedakan
laki-laki dan perempuan, kelenjar-kelenjar alat kelamin, proses pembuahan,
kehamilan dan kelahiran.
Setelah dua istilah tersebut digabungkan menjadi satu, maka kedua istilah
tersebut membentuk suatu pengertian yang lebih mendalam. Adapun pengertian
pendidikan seksual dapat dilihat dari beberapa pendapat yang diungkapkan para
tokoh sebagai berikut :
Syamsudin mendefinisikan pendidikan seks sebagai usaha untuk membimbing
seseorang agar dapat mengerti benar tentang arti dan fungsi kehidupan seksnya,
sehingga dapat mempergunakannya dengan baik selama hidupnya. [16]
Menurut Nina Surtiretna,
pendidikan seks pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan
tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika serta komitmen
agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut sehingga
pendidikan seks ini bisa disebut pendidikan kehidupan keluarga.[17]
Menurut Salim Sahli, sex education atau pendidikan seks
artinya penerangan yang bertujuan untuk membimbing serta mengasuh tiap-tiap
lelaki dan perempuan, sejak dari anak-anak sampai dewasa, perihal pergaulan
antar kelamin umumnya dan kehidupan seksual khususnya, agar mereka dapat
melakukan sebagaimana semestinya, sehingga kehidupan berkelamin itu
mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia.[18]
Profesor Gawshi mengemukakan bahwa pendidikan seks adalah untuk memberi
pengetahuan yang benar kepada anak yang menyiapkannya untuk beradaptasi secara
baik dengan sikap-sikap seksual yang baik di masa depan kehidupannya, dan
pemberian pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh kecenderungan logis yang
benar terhadap masalah-masalah seksual dan reproduksi[19].
Sedangkan Syekh ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan mengemukakan bahwa yang
dimaksud pendidikan seks ialah membimbing serta mengasuh seseorang agar
mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seks, sehingga ia dapat menyalurkannya
ke jalan yang legal.[20]
B.
Pandangan Islam Tentang
Pendidikan Seksual
Islam amat mementingkan umatnya menjalani kehidupan seksual yang
sempurna dan baik selaras dengan tuntutan Allah swt. Segala perintah dan
peraturan agama berkaitan dengan seksual yang ditetapkan oleh Islam adalah
bertujuan kepada kesejahteraan hidup manusia. Begitu pentingnya masalah
seksual, sehinga Islam benar-benar mengatur masalah ini mulai dari anak-anak,
remaja, hingga mencapai usia dewasa.[21]
a.
Dasar
pendidikan seks
Dalam lingkup pendidikan Islam,
pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan akhlak dan pendidikan akhlak
merupakan bagian dari pendidikan agama Islam.[22]
Oleh karena itu dasar pendidikan seks sama dengan dasar pendidikan agama Islam
yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
وَالَّذِيْنَ هُمْ
لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ() إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ() فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ
ذَالِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ اْلعَادُوْنَ
Artinya : “Dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.
Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.”[23]
اِنـِّاخَلَقْنَا اْلاِنْسَانَ مِنْ سُلاَ لَةٍ مِنْ طِيْنٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ فِى قَرَارٍ مَكِيْنٍ
Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).”[24]
كُلُّ مَوْ لُدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطرَةِ فَـأَ بَوَاهُ يُهَوِّدَا نِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya : “Setiap
anak yang dilahirkan, dilahirkan suci, maka orang tuanyalah yang
mengyahudiyakannya atau menashraniyyakan-nya atau memajusikannya.”
( Hadis diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Tabrani dan Baihaqi dari Aswad ).[25]
b.
Tujuan pendidikan seks
Tujuan pendidikan seks secara umum adalah menyiapkan dan membentuk
manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia, dapat mempergunakan
fungsi seksualnya baik dari segi individu, social ataupun agama.[26]
Sedangkan pendidikan seks diberikan kepada anak, secara umum
mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut :
1)
Menjadikan anak bangga dengan
jenis kelaminnya.
2)
Membantu anak merasakan bahwa
seluruh anggota jasmani dan tahap- tahap pertumbuhannya sesuai dengan yang
diharapkan.
3)
Mempersiapkan anak menghadapi
perubahan yang akan terjadi pada dirinya.
4)
Anak mengerti masalah proses
keturunan.
5)
Menciptakan kesadaran pada diri
anak bahwa masalah seks adalah salah satu sisi positif konstruktif dan
terhormat dalam kehidupan masyarakat.
6)
Memperkenalkan etika yang
berlaku dalam masyarakat.[27]
Sedangkan tujuan dari pendidikan seks dalam pendidikan agama Islam
adalah mempersiapkan seorang muslim yang mampu membangun keluarga yang sakinah
mawaddah wa rahmah, senantiasa diridhoi Allah sehingga menjadi manusia yang
bahagia hidupnya di dunia dan akherat. Tujuan pendidikan seks sebagaimana yeng
tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa pendapat yang diutarakan oleh para
pemikir Islam sebagai berikut :
1)
Tujuan diadakannya pendidikan
seks menurut Sayyid Muhammad Ridho, adalah membantu anak didik agar dapat bertanggung jawab atas penggunaan alat
kelaminnya, mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, dan mampu menjaga dirinya
dari pelanggaran- pelanggaran seksual.
2)
Ali Akbar menjelaskan bahwa
pendidikan seks dilaksanakan dengan tujuan mengarahkan dorongan seksual kepada
keimanan, kepatuhan pada Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan menjalankan
perintahnya, dan menjauhi larangannya.
3)
Menurut Fauzil Adzim, tujuan
pendidikan seks adalah meletakkan kepedulian anak agar mereka memahami dimensi
spiritual dari tanda-tanda seksual yang mereka alami dan menjadikan tanda-tanda
seksual tersebut kea arah akhlak yang baik dan benar.[28]
C. Tanggung jawab orang tua terhadap
pendidikan seks anak
Keluarga dan pendidikan tidak bisa
dipisahkan, karena selama ini telah diakui bahwa keluarga adalah salah satu
dari Tri Pusat Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan secara kodrati.[29]
Orang tua adalah pendidik pertama utama dalam keluarga.[30]
Orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat besar atas terselenggaranya
pendidikan. Maka mencakup hal ini, orang tua jugalah sebagai penanggung jawab
utama dalam mendidik masalah seksualitas pada anaknya.
Dalam ajaran Islam, bahwa ilmu
pendidikan tentang seksual wajib diajarkan
kepada anak dari berbagai sudut pandang.[31] Islam menekankan bahwa pendidikan harus
dimulai dari peringkat bawah supaya anak-anak dapat memahami perbedaan yang
wujud di antara mereka. Di antara pendidikan seksual yang harus diberikan
kepada anak antara lain : membiasakan anak tidur terpisah dengan orang tua,
mengajarkan etika meminta izin untuk masuk kamar dan mengajarkan adab memandang
lawan jenis.[32]
Muhammad Suwaid mengemukakan
pilar-pilar pendidikan seks yang harus diajarkan kepada anak, yaitu :
1) Meminta izin apabila hendak masuk ke
kamar orang tua
2) Membiasakan anak menundukkan pandangan
dan memelihara aurat
3) Memisahkan tempat tidur anak dengan
saudaranya
4) Tidur dengan berbaring ke sisi kanan,
tidak terlungkup
5) Menghindarkan dari ikhtilath (
pembauran dengan lawan jenis ) dan hal-hal yang membangkitkan nafsu seksual
6) Mempelajari kewajiban-kewajiban mandi
dan sunah-sunahnya
7) Menjelaskan bagian awal surat An-Nur
kepada anak yang mulai dewasa
8) Pendidikan seks bagi anak yang sudah
dewasa dan melarang berbuat keji
9) Pernikahan dini
10) Tanda- tanda baligh.
[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : Kalam Mulia,
2006 ), 137.
[2] Ibid.
[3] Alimatul Qibtiyah, Paradigma Pendidikan Seksualitas Perpektif
Islam : Teori Dan Praktek ( Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2006 ), 65.
[4] Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi Saw (Solo :
Pustaka Arafah, 2006), 370.
[5] Al-Qur’an ; 3 : 14.
[6] M. Bukhari, Islam Dan Adab Seksual ( Solo : Amzah, 2001), 3.
[7] ‘Abdullah Nashih Ulwan’, Tarbiyat al-Awlād Fi al-Islām Jilid 1
( Beirut : Dar al-Salām, 1981 ), 499.
[8] Suraji & Shofia Rahmawatie, Pendidikan
Seks Bagi Anak : Panduan Keluarga Muslim ( Yogyakarta : Fahima, 2008 ), 53.
[9] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa
Indonesia II ( Jakarta : Balai Pustaka, 1989), 204.
[10] Ramalyulis, Ilmu Pendidikan Islam,
13.
[11] A.D Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam ( Bandung : Al-Ma’arif, 1989 ), 19.
[12] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 19.
[13] J.P Chaplin, Kamus Lengkap
Psikologi, terj. Kartini Kartono ( Jakarta : Rajawali Press, 1999), 458.
[14] Nasaruddin Umar, Argumen
Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an ( Jakarta : Paramadina, 2001), 36.
[15] M. Kasim Mugi Amin, Kiat
Selamatkan Cinta ( Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1997 ), 38.
[16] Syamsudin, Pendidikan Kelamin
Dalam Islam ( Solo : Ramadhani, 1985 ), 14.
[17] Nina Surtiretna, Bimbingan Seks
Bagi Remaja ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), 2
[18] Salim Sahli, Sex Education (
Semarang : Yayasan Arafah Abadi dan Yayasan Keluarga Sejahtera, 1975 ), 27.
[19] Yusuf Madani, Pendidikan Seks
Untuk Anak Dalam Islam ( Jakarta : Pustaka Zahra, 2003), 91.
[20]
Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, terj.Jamaludin Miri (
Jakarta: Pustaka Amani, 1999), 1.
[21] Yatimin, Etika Seksual Dan Penyimpangannya Dalam Islam : Tinjauan
Psikologi Pendidikan Dari Sudut Pandang Islam ( Pekanbaru : Amzah, 2003 ),
37.
[22] Suraji & Shofia Rahmawatie, Pendidikan
Seks Bagi Anak, 109.
[24] Ibid., 23 : 12-13.
[25] Al- Imam al- Bukhari, Shahih Bukhari IV, 24
[26] Suraji & Shofia Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak,
118.
[27] Ibid.
[28] Ibid., 119.
[29] Saiful Bahri Djamarah, Pola
Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga ( Jakarta : Rineka Cipta,
2004), 22.
[30] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan
Islam I ( Bandung : Pustaka Setia, 1997 ), 245.
[31] Yatimin, Etika Seksual, 52.
[32] Ibid., 38- 46.