Jumat, 26 Oktober 2012

“Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Dalam Pendidikan Seks Menurut ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan” (Telaah Atas Pemikiran ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan Dalam Kitab Tarbiyat al-Awlâd Fi al-Islâm ).




Oleh: Asngari, S.Th.I

Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi atau sumber daya insani, sehingga mampu merealisasaikan diri (self realisation), menampilkan diri sebagai pribadi yang utuh (pribadi muslim).Tercapainya self realisation yang utuh ini merupakan tujuan umum pendidikan Islam yang proses pencapaiannya melalui berbagai lingkungan atau masyarakat secara formal, non formal maupun informal.[1]
Salah satu formulasi dari realisasi diri sebagai tujuan pendidikan yang bersifat umum ialah rumusan yang disarankan oleh Konferensi di Mekkah, 8 April 1997 yang menyatakan bahwa pendidikan harus diarahkan untuk mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, rasional, perasaan, dan penghayatan lahir. Karena itu, pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segi spiritual, intelektual, imajinataif, jasmani, ilmiah, linguistik, baik individu maupun kolektif, dan semua itu didasari oleh motivasi mencapai kebaikan dan profesi.[2]
Seiring dengan pencapaian tujuan pendidikan yang utuh dan lengkap itu, satu hal bagian dari pendidikan yang sedikit banyak menjadi problema masyarakat adalah pendidikan seksual. Masyarakat belum sepenuhnya tahu dan peduli akan pentingnya pendidikan seksual bagi putra- putri mereka. Problem ini, misalnya dapat dilihat dari kesulitan sebagian besar orang tua manakala ingin memulai berbicara masalah seksualitas pada anaknya secara apa adanya. Orang tua terkadang merasa ragu saat mereka tidak tahu bagaimana cara memulainya atau bagaimana menjawab pertanyaan anak tentang seksualitas.[3]
Problem tersebut perlu dicarikan solusinya, sebab seorang anak adalah juga manusia yang diberi dorongan seksual. Agar dorongan seksual pada diri anak bisa berjalan dengan normal tanpa pembangkit dari luar yang menyebabkannya menyimpang dari perilaku yang lurus, Islam menjaga anak dan menuntunnya dengan berbagai perintah dan larangan. Hal itu dimaksudkan agar dorongan seksual yang dimilikinya itu bisa terarah secara baik serta bisa tetap seimbang dan bersih tanpa adanya penyimpangan, bersih tanpa ada noda.[4] Islam tidak menganggap bahwa seks adalah sesuatu yang tabu dan kotor. Justru sebaliknya Islam menganggap seks adalah sesuatu yang mulia yang dianugerahkan Allah kepada Makhluk-Nya sebagai suatu yang sentral dalam kehidupan manusia untuk mempertahankan keturunannya sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran : 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَاْلبَنِيْنَ وَالْقَنَا طِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَاْلخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَالِكَ مَتَاع ُالْحَياَةِ الـدُنْياَوَالله ُعِنْدَهُ حُسْنُ اْلَمـأَبِ
Artinya : “Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita- wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang- binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik( surga ).”[5]
Ayat di atas menjelaskan seks secara biologis merupakan salah satu kebutuhan penting manusia yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kehidupan. Segala kenikmatan yang ada di dunia terutama seks jika ditempatkan sesuai dengan syariat Islam, maka hal tersebut akan memberikan kenikmatan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, janganlah naluri seks ini diselewengkan menurut hawa nafsu, sehingga dapat berjalan dengan baik, wajar, tanpa menodai harkat dan martabat manusia. Di sinilah letak pentingnya pendidikan seks, yaitu suatu pendidikan mengenai seks yang sesuai dan sejalan dengan tuntunan agama.[6]
Berkaitan dengan pendidikan seksual bagi anak, orang tua merupakan pihak yang paling dituntut untuk membinanya, sebab pendidikan pada dasarnya adalah tanggung jawab mereka. Dalam keluarga, orang tua harus mengetahui banyak informasi tentang cara- cara pembinaan anak tentang seksualitas dan mampu melaksanakannya dengan baik. Jika hal ini tidak diperhatikan, maka sangat dikhawatirkan anak akan terjerumus ke hal-hal yang dilarang oleh agama. Rasa ingin tahu anak akan terus mereka kejar manakala orang tua tidak mampu menjelaskan masalah-masalah seksualitas. Akhirnya anak akan mecari-cari informasi dan sumber- sumber lain seperti buku, majalah, film, dan teman-teman sebayanya.
Sehubungan dengan pentingnya pendidikan seksual tersebut, ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan, salah seorang tokoh Pendidikan Islam kontemporer yang terkenal dengan kegigihan dan kepeduliannya terhadap dunia pendidikan mengungkapkan konsep pendidikan seksual. Lewat karya terbesarnya “Tarbiyat Al-Awlad Fi Al-Islam”, ia memaparkan secara detail, panjang lebar apa saja yang harus dilakukan oleh pendidik khususnya orang tua terhadap anak dalam rangka pembinaan seksual mulai anak masih kecil hingga dewasa, di antaranya adalah mengajarkan anak etika memandang lawan jenis pada masa tamyîz, menghindarkan anak dari berbagai rangsangan seksual pada masa pubertas, mengajarkan hukum-hukum pada masa pubertas dan balîgh dan menjelaskan masalah seksual kepada anak secara terbuka.[7]
Pembahasan tentang pendidikan seksual oleh ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan menurut penulis adalah sangat komperehensif karena tawaran pemikirannya tentang pendidikan seks sangat menyentuh aspek riil dalam kehidupan sehari-hari yang ada pada diri manusia. Kajian tentang setiap bahasan yang dilengkapi dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis  disertai pendapat-pendapatnya membuat karyanya tersebut unik dan menjadik ciri khusus. Selain itu jarang sekali tokoh-tokoh pendidikan lain yang membahas tentang pendidikan seks.
1.        Landasan teori
A.       Pengertian Pendidikan Seksual
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan, sehingga pengertian pendidikan seks erat hubungannya dengan pengertian pendidikan pada umumnya. Pengertian pendidikan seks dapat diperhatikan dari kata yang membentuk istilah tersebut yaitu “pendidikan” dan “seks”.[8]
Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara mendidik.[9] Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan peserta didik untuk memimpin perkembangan potensi jasmani dan rihaninya kea rah keempurnaan.[10]
Dalam rumusan lain yang tidak jauh berbeda, Drs. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju kepribadian utama.[11]
Sedangkan istilah seks dalam pengertian yang sempit berarti “kelamin”.[12] Secara Leksikal, seks (sex ) berarti “perbedaan yang terlihat antara perempuan dan laki-laki, atau antara organisme yang memproduksi telur dan sel sperma. Seks juga berarti kesenangan atau kepuasan organis yang berorientasi dengan perangsangan terhadap organ-organ kemaluan”.[13]. Menurut Nasaruddin Umar, istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual.[14] Mugi Kasim mengartikan seks sebagai sumber rangsangan baik dari dalam maupun dari luar yang mempengaruhi tingkah laku syahwat, yang bersifat kodrati.[15]
Berdasarkan pengertian tersebut, yang termasuk dalam pengertian seks mencakup alat kelamin, anggota tubuh dan ciri badaniyah lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan, kelenjar-kelenjar alat kelamin, proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran.
Setelah dua istilah tersebut digabungkan menjadi satu, maka kedua istilah tersebut membentuk suatu pengertian yang lebih mendalam. Adapun pengertian pendidikan seksual dapat dilihat dari beberapa pendapat yang diungkapkan para tokoh sebagai berikut :
Syamsudin mendefinisikan pendidikan seks sebagai usaha untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar tentang arti dan fungsi kehidupan seksnya, sehingga dapat mempergunakannya dengan baik selama hidupnya. [16]
 Menurut Nina Surtiretna, pendidikan seks pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika serta komitmen agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut sehingga pendidikan seks ini bisa disebut pendidikan kehidupan keluarga.[17]
Menurut Salim Sahli, sex education atau pendidikan seks artinya penerangan yang bertujuan untuk membimbing serta mengasuh tiap-tiap lelaki dan perempuan, sejak dari anak-anak sampai dewasa, perihal pergaulan antar kelamin umumnya dan kehidupan seksual khususnya, agar mereka dapat melakukan sebagaimana semestinya, sehingga kehidupan berkelamin itu mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia.[18]
Profesor Gawshi mengemukakan bahwa pendidikan seks adalah untuk memberi pengetahuan yang benar kepada anak yang menyiapkannya untuk beradaptasi secara baik dengan sikap-sikap seksual yang baik di masa depan kehidupannya, dan pemberian pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh kecenderungan logis yang benar terhadap masalah-masalah seksual dan reproduksi[19].
Sedangkan Syekh ‘Abdullah Nashih ‘ ‘Ulwan mengemukakan bahwa yang dimaksud pendidikan seks ialah membimbing serta mengasuh seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seks, sehingga ia dapat menyalurkannya ke jalan yang legal.[20]
B.     Pandangan Islam Tentang Pendidikan Seksual
Islam amat mementingkan umatnya menjalani kehidupan seksual yang sempurna dan baik selaras dengan tuntutan Allah swt. Segala perintah dan peraturan agama berkaitan dengan seksual yang ditetapkan oleh Islam adalah bertujuan kepada kesejahteraan hidup manusia. Begitu pentingnya masalah seksual, sehinga Islam benar-benar mengatur masalah ini mulai dari anak-anak, remaja, hingga mencapai usia dewasa.[21]
a.              Dasar pendidikan seks
Dalam lingkup pendidikan Islam, pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan akhlak dan pendidikan akhlak merupakan bagian dari pendidikan agama Islam.[22] Oleh karena itu dasar pendidikan seks sama dengan dasar pendidikan agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ() إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ() فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَالِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ اْلعَادُوْنَ

Artinya : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”[23]

اِنـِّاخَلَقْنَا اْلاِنْسَانَ مِنْ سُلاَ لَةٍ مِنْ طِيْنٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ فِى قَرَارٍ مَكِيْنٍ 


Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).”[24]


كُلُّ مَوْ لُدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطرَةِ فَـأَ بَوَاهُ  يُهَوِّدَا نِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Artinya : “Setiap anak yang dilahirkan, dilahirkan suci, maka orang tuanyalah yang mengyahudiyakannya atau menashraniyyakan-nya atau memajusikannya.” ( Hadis diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Tabrani dan Baihaqi dari Aswad ).[25]
b.        Tujuan pendidikan seks
Tujuan pendidikan seks secara umum adalah menyiapkan dan membentuk manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia, dapat mempergunakan fungsi seksualnya baik dari segi individu, social ataupun agama.[26]
Sedangkan pendidikan seks diberikan kepada anak, secara umum mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut :
1)      Menjadikan anak bangga dengan jenis kelaminnya.
2)      Membantu anak merasakan bahwa seluruh anggota jasmani dan tahap- tahap pertumbuhannya sesuai dengan yang diharapkan.
3)      Mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi pada dirinya.
4)      Anak mengerti masalah proses keturunan.
5)      Menciptakan kesadaran pada diri anak bahwa masalah seks adalah salah satu sisi positif konstruktif dan terhormat dalam kehidupan masyarakat.
6)      Memperkenalkan etika yang berlaku dalam masyarakat.[27]
Sedangkan tujuan dari pendidikan seks dalam pendidikan agama Islam adalah mempersiapkan seorang muslim yang mampu membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, senantiasa diridhoi Allah sehingga menjadi manusia yang bahagia hidupnya di dunia dan akherat. Tujuan pendidikan seks sebagaimana yeng tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa pendapat yang diutarakan oleh para pemikir Islam sebagai berikut :
1)      Tujuan diadakannya pendidikan seks menurut Sayyid Muhammad Ridho, adalah membantu anak didik agar dapat  bertanggung jawab atas penggunaan alat kelaminnya, mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, dan mampu menjaga dirinya dari pelanggaran- pelanggaran seksual.
2)      Ali Akbar menjelaskan bahwa pendidikan seks dilaksanakan dengan tujuan mengarahkan dorongan seksual kepada keimanan, kepatuhan pada Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan menjalankan perintahnya, dan menjauhi larangannya.
3)      Menurut Fauzil Adzim, tujuan pendidikan seks adalah meletakkan kepedulian anak agar mereka memahami dimensi spiritual dari tanda-tanda seksual yang mereka alami dan menjadikan tanda-tanda seksual tersebut kea arah akhlak yang baik dan benar.[28]
C.     Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan seks anak
Keluarga dan pendidikan tidak bisa dipisahkan, karena selama ini telah diakui bahwa keluarga adalah salah satu dari Tri Pusat Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan secara kodrati.[29] Orang tua adalah pendidik pertama utama dalam keluarga.[30] Orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat besar atas terselenggaranya pendidikan. Maka mencakup hal ini, orang tua jugalah sebagai penanggung jawab utama dalam mendidik masalah seksualitas pada anaknya.
Dalam ajaran Islam, bahwa ilmu pendidikan tentang seksual wajib diajarkan  kepada anak dari berbagai sudut pandang.[31]  Islam menekankan bahwa pendidikan harus dimulai dari peringkat bawah supaya anak-anak dapat memahami perbedaan yang wujud di antara mereka. Di antara pendidikan seksual yang harus diberikan kepada anak antara lain : membiasakan anak tidur terpisah dengan orang tua, mengajarkan etika meminta izin untuk masuk kamar dan mengajarkan adab memandang lawan jenis.[32]
Muhammad Suwaid mengemukakan pilar-pilar pendidikan seks yang harus diajarkan kepada anak, yaitu :
1)      Meminta izin apabila hendak masuk ke kamar orang tua
2)      Membiasakan anak menundukkan pandangan dan memelihara aurat
3)      Memisahkan tempat tidur anak dengan saudaranya
4)      Tidur dengan berbaring ke sisi kanan, tidak terlungkup
5)      Menghindarkan dari ikhtilath ( pembauran dengan lawan jenis ) dan hal-hal yang membangkitkan nafsu seksual
6)      Mempelajari kewajiban-kewajiban mandi dan sunah-sunahnya
7)      Menjelaskan bagian awal surat An-Nur kepada anak yang mulai dewasa
8)      Pendidikan seks bagi anak yang sudah dewasa dan melarang berbuat keji
9)      Pernikahan dini
10)  Tanda- tanda baligh.





[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : Kalam Mulia, 2006 ), 137.
[2] Ibid.
[3] Alimatul Qibtiyah, Paradigma Pendidikan Seksualitas Perpektif Islam : Teori Dan Praktek ( Yogyakarta : Kurnia Kalam Semesta, 2006 ), 65.
[4] Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi Saw (Solo : Pustaka Arafah, 2006), 370.
[5] Al-Qur’an ; 3 : 14.
[6] M. Bukhari, Islam Dan Adab Seksual ( Solo : Amzah, 2001), 3.
[7] ‘Abdullah Nashih Ulwan’, Tarbiyat al-Awlād Fi al-Islām Jilid 1 ( Beirut : Dar al-Salām, 1981 ), 499.
[8] Suraji & Shofia Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak : Panduan Keluarga Muslim ( Yogyakarta : Fahima, 2008 ), 53.
[9] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia II ( Jakarta : Balai Pustaka, 1989), 204.
[10] Ramalyulis, Ilmu Pendidikan Islam, 13.
[11] A.D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam ( Bandung : Al-Ma’arif, 1989 ), 19.
[12] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 19.
[13] J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono ( Jakarta : Rajawali Press, 1999), 458.
[14] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an ( Jakarta : Paramadina, 2001), 36.
[15] M. Kasim Mugi Amin, Kiat Selamatkan Cinta ( Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1997 ), 38.
[16] Syamsudin, Pendidikan Kelamin Dalam Islam ( Solo : Ramadhani, 1985 ), 14.
[17] Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Bagi Remaja ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), 2
[18] Salim Sahli, Sex Education ( Semarang : Yayasan Arafah Abadi dan Yayasan Keluarga Sejahtera, 1975 ), 27.
[19] Yusuf Madani, Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam ( Jakarta : Pustaka Zahra, 2003), 91.
[20]  Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, terj.Jamaludin Miri ( Jakarta: Pustaka Amani, 1999), 1.
[21] Yatimin, Etika Seksual Dan Penyimpangannya Dalam Islam : Tinjauan Psikologi Pendidikan Dari Sudut Pandang Islam ( Pekanbaru : Amzah, 2003 ), 37.
[22] Suraji & Shofia Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak, 109.
[23] Al -Qur’an, 23 : 5-7.
[24] Ibid., 23 : 12-13.
[25] Al- Imam al- Bukhari, Shahih Bukhari IV, 24
[26] Suraji & Shofia Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak, 118.
[27] Ibid.
[28] Ibid., 119.
[29] Saiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga ( Jakarta : Rineka Cipta, 2004), 22.
[30] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam I ( Bandung : Pustaka Setia, 1997 ), 245.
[31] Yatimin, Etika Seksual, 52.
[32] Ibid., 38- 46.