-->
Oleh Asngari, S.th.I
Memandang
persoalan moral bukanlah dalam persoalan moral secara independent.
Moral
merupakan persoalan cultural, sedangkan cultural masyarakat yang berlaku tidak
terpisah dengan pesona religius yan hidup didalamnya.
Kematian
setiap budaya selalu bermuara pada kematian sebuah agama . dampaknya krisi
moral dalam benteng cultural budaya bangsa harus terpuruk, dampak yang lebih
luas krisis multi dimensi ekonomi, politik, social budaya.
Semuanya
bermula tragedy keruntuhan nilai-nilai moralitas manusianya.
Tragedy
keterpurukan dan kematian menusia bukanlah kematian fisikal manusia. Kematian
yang bertumpu pada aspek moral menjadi moment sejarah kehancuran sejarah moral
dan cultural. Bukankah Nietzsche seabad yang lampau telah membunyikan peluit “
gottist tot” sebagai suatu tanda kematian moralitas manusia. Dalam kitab
zaratustra 1885 nietzsche
mengumandangkan sebuah apologi berakhirnya moralitas, yang dimaksudkan
berakhirnya religi dalam apologi kristiani. Krisis moral para pengikut
kristiani yang taat bukanlah hasil pemikiran konstruktif nietsche yang telah
mengumangdangkan kematian Tuhan. Akan tetapi polemic moralitas kristiani yang
terpuruk membangunkan nietzche dari tidurnya sambil membunyikan peluit gott is
tot.
Dekadensi moral yang terjadi pada penganut kristiani
melahirkan agama baru yakni rasionalitas. Dimaksudkan sebagai perpindahan dari
agama masehi menuju agama materialisme ekstrem. Dampaknya nyata sekali dari krisis moral di
institute kristiani telah terletak dasar-dasar materialisme dan komunisme. Aksi
protestantisme melahirkan agama baru. Protestan yang di pelopori nicole
machiavelli di mana puncak sekularisasinya di sempurnakan oleh karlmarx menjadi
komunis yang mengingkari Tuhan. Degradasi moral kristen pada
prinsipnya merupakan kejatuhan agama dikendalikan oleh rasionalitas. Sama
sekali tidak terlihat usaha mengembalikan moral agama pada agama yang memiliki
paradog kesucian. Transmisinya agama ternodai oleh tranformasi rasional yang demikian
kuat. Paradognya kembali pada apa yang telah di perjuangkan oleh Muhammad iqbal
1877-1938 dalam mengantisipasi arus rasionalitas filsafat barat sambil
meletakkan proporsi yang sebenarnya bahwa tuhan menciptakan benda-benda dan
manusia menciptakan nilainya.
Penelusuran akan makna manusia
terhadap nilai esensi kampiun agama merupakan bahasan yang paling pokok dalam
membicarakan moral. Gagasan tentang moral hampir semua agama meletakkanya
sebagai asas kultural yang dapat menghidupkan perilaku manusia dan kemanusiaan
pada proporsi yang seimbang bahkan sempurna.
Kesempurnaan manusia bukanlah
terletakk pada keindahan fisik, akan tetapi pada keindahan etik yang perlu dibangun
adalah kesempurnaan moral yang terpelihara dalam kehidupan kultural. Sayyid
husain nasr menyebutkan dalam bukunya know ledge and the secred merupakan suara
ketaatan untuk menemukan kembali kesucian. Dimana kesucian merupakan sibhoh
ilahi kitab suci dari kehidupan yang konfrontir dengan mendorong daya tarik
kosmik. Perhelatan manusia tenteng moral merupakan sejarah dinamisasi yang
panjang. Setiap ada manusia yan memperjuangkan moral saat itu juga manusia
dengan moralitas rendah melahirkan deal perbudakan dan bahkan pemasungan
moralitas manusia. Determinasi moral yang berseberangan dengan sikap amoral
hakekatnya untuk menemukan kembali esensi kesucian agama serta untuk membedakan
antara yang suci [an nur ] dengan yan kotor [ dhulumat]
Dalam
sejarah kenabian diutusnya rasul kedunia selalu terkait dengan moralitas
manusia. Di utusnya rosululloh kedunia arab berkaitan dengan moralitas bangsa
arab jahilliyah. Inama buistu liutammima makaarimal ahklaq [ at tahrim] ayat
tersebut merupakan indicator untuk membangun suatu masyarakat berbudaya dengan
kebudayaan yang tinggi dengan penyempurna akhlaq. Bangsa arab yang jahiliyah [amoral] menjadi
suatu bangsa yang tinggi akhlaqnya setelah diutusnya rosululloh dan menerima
islam sebagai agama. Keterpurukan bangsa bukanlah semata-mata keterpurukan
budaya khususnya budaya timur. Akan tetapi
keterpurukan agama selalu di mulai dari keterpurukan moral agama dan determinasi
wahyu sebagaimana tragedi terpuruknya ajaran moral kristiani. Walaupun disini
perlu dibedakan kompleksitas ajaran dan kelengkapan risalah menjadi hal
menentukan sebagai upaya perbaikan moral. Moralitas yang bertumpu pada
ajakan ajaran moral religi melahirkan bias religius dari
aspirasi beragama yakni ahklaq. Akhlaq merupakan bagian budi pekerti dan tindak
tanduk berupa nilai-nilai agama yang sudah tertanam dalam bahasa agama di sebut
al-iman. Dalam kausalitas
agama iman menjadi kunci dari setiap perbuatan. Setiap hamba yang mengaku
beriman secara eksplisit ritualitas
agama yang diyakini akan dijalani menjadi perbuatan yang mudah dan ringan di
lakukan. Di sinilah arti ahlaq yang sesungguhnya dapat melahirkan sifat iklas,
tolong menolong, saling menghormati, menghargai hak asasi manusia dan sabar
dalam taat[ ritual].
Hakekat manusia yang terbangun
penghargaan atas kemanusiaan sama nilainya dengan perbuatan taat [ibadah
mahdhoh] moralitas bagi seseorang yan
menganut agama merupakan ibadah sosial, karena islam sebagai agama menghendaki
ritualitas disamping hablum minalloh [fisi fertikal] juga membangun hablum
minan nas [fisi horisontal]. Persoalan moralitas esensinya persoalan agama.
Agama menjadi penting peranannya untuk membina dan mengarahkan setiap
pemeluknya mendoktrinasi ibadah, moral/ dan ritus-ritus kemanusiaan.