Jumat, 21 September 2012

Mengembalikan Krisis Moral Pada Agama

-->

Oleh Asngari, S.th.I

Memandang persoalan moral bukanlah dalam persoalan moral secara independent.
Moral merupakan persoalan cultural, sedangkan cultural masyarakat yang berlaku tidak terpisah dengan pesona religius yan hidup didalamnya.
Kematian setiap budaya selalu bermuara pada kematian sebuah agama . dampaknya krisi moral dalam benteng cultural budaya bangsa harus terpuruk, dampak yang lebih luas krisis multi dimensi ekonomi, politik, social budaya.
Semuanya bermula tragedy keruntuhan nilai-nilai moralitas manusianya.

Tragedy keterpurukan dan kematian menusia bukanlah kematian fisikal manusia. Kematian yang bertumpu pada aspek moral menjadi moment sejarah kehancuran sejarah moral dan cultural. Bukankah Nietzsche seabad yang lampau telah membunyikan peluit “ gottist tot” sebagai suatu tanda kematian moralitas manusia. Dalam kitab zaratustra  1885 nietzsche mengumandangkan sebuah apologi berakhirnya moralitas, yang dimaksudkan berakhirnya religi dalam apologi kristiani. Krisis moral para pengikut kristiani yang taat bukanlah hasil pemikiran konstruktif nietsche yang telah mengumangdangkan kematian Tuhan. Akan tetapi polemic moralitas kristiani yang terpuruk membangunkan nietzche dari tidurnya sambil membunyikan peluit gott is tot.

Dekadensi  moral yang terjadi pada penganut kristiani melahirkan agama baru yakni rasionalitas. Dimaksudkan sebagai perpindahan dari agama masehi menuju agama materialisme ekstrem. Dampaknya nyata sekali dari krisis moral di institute kristiani telah terletak dasar-dasar materialisme dan komunisme. Aksi protestantisme melahirkan agama baru. Protestan yang di pelopori nicole machiavelli di mana puncak sekularisasinya di sempurnakan oleh karlmarx menjadi komunis yang  mengingkari  Tuhan. Degradasi moral kristen pada prinsipnya merupakan kejatuhan agama dikendalikan oleh rasionalitas. Sama sekali tidak terlihat usaha mengembalikan moral agama pada agama yang memiliki paradog kesucian. Transmisinya agama ternodai oleh tranformasi rasional yang demikian kuat. Paradognya kembali pada apa yang telah di perjuangkan oleh Muhammad iqbal 1877-1938 dalam mengantisipasi arus rasionalitas filsafat barat sambil meletakkan proporsi yang sebenarnya bahwa tuhan menciptakan benda-benda dan manusia menciptakan nilainya.

Penelusuran akan makna manusia terhadap nilai esensi kampiun agama merupakan bahasan yang paling pokok dalam membicarakan moral. Gagasan tentang moral hampir semua agama meletakkanya sebagai asas kultural yang dapat menghidupkan perilaku manusia dan kemanusiaan pada proporsi yang seimbang bahkan sempurna.

Kesempurnaan manusia bukanlah terletakk pada keindahan fisik, akan tetapi pada keindahan etik yang perlu dibangun adalah kesempurnaan moral yang terpelihara dalam kehidupan kultural. Sayyid husain nasr menyebutkan dalam bukunya know ledge and the secred merupakan suara ketaatan untuk menemukan kembali kesucian. Dimana kesucian merupakan sibhoh ilahi kitab suci dari kehidupan yang konfrontir dengan mendorong daya tarik kosmik. Perhelatan manusia tenteng moral merupakan sejarah dinamisasi yang panjang. Setiap ada manusia yan memperjuangkan moral saat itu juga manusia dengan moralitas rendah melahirkan deal perbudakan dan bahkan pemasungan moralitas manusia. Determinasi moral yang berseberangan dengan sikap amoral hakekatnya untuk menemukan kembali esensi kesucian agama serta untuk membedakan antara yang suci [an nur ] dengan yan kotor [ dhulumat]

Dalam sejarah kenabian diutusnya rasul kedunia selalu terkait dengan moralitas manusia. Di utusnya rosululloh kedunia arab berkaitan dengan moralitas bangsa arab jahilliyah. Inama buistu liutammima makaarimal ahklaq [ at tahrim] ayat tersebut merupakan indicator untuk membangun suatu masyarakat berbudaya dengan kebudayaan yang tinggi dengan penyempurna akhlaq.  Bangsa arab yang jahiliyah [amoral] menjadi suatu bangsa yang tinggi akhlaqnya setelah diutusnya rosululloh dan menerima islam sebagai agama. Keterpurukan bangsa bukanlah semata-mata keterpurukan budaya khususnya budaya timur. Akan tetapi  keterpurukan agama selalu di mulai dari keterpurukan moral agama dan determinasi wahyu sebagaimana tragedi terpuruknya ajaran moral kristiani. Walaupun disini perlu dibedakan kompleksitas ajaran dan kelengkapan risalah menjadi hal menentukan sebagai upaya perbaikan moral. Moralitas yang bertumpu pada ajakan  ajaran  moral religi melahirkan bias religius dari aspirasi beragama yakni ahklaq. Akhlaq merupakan bagian budi pekerti dan tindak tanduk berupa nilai-nilai agama yang sudah tertanam dalam bahasa agama di sebut al-iman. Dalam kausalitas agama iman menjadi kunci dari setiap perbuatan. Setiap hamba yang mengaku beriman  secara eksplisit ritualitas agama yang diyakini akan dijalani menjadi perbuatan yang mudah dan ringan di lakukan. Di sinilah arti ahlaq yang sesungguhnya dapat melahirkan sifat iklas, tolong menolong, saling menghormati, menghargai hak asasi manusia dan sabar dalam taat[ ritual].

Hakekat manusia yang terbangun penghargaan atas kemanusiaan sama nilainya dengan perbuatan taat [ibadah mahdhoh]  moralitas bagi seseorang yan menganut agama merupakan ibadah sosial, karena islam sebagai agama menghendaki ritualitas disamping hablum minalloh [fisi fertikal] juga membangun hablum minan nas [fisi horisontal]. Persoalan moralitas esensinya persoalan agama. Agama menjadi penting peranannya untuk membina dan mengarahkan setiap pemeluknya mendoktrinasi ibadah, moral/ dan ritus-ritus kemanusiaan.