Jumat, 21 September 2012

Keberimbangan Benih Ajaran

-->

Oleh: Asngari, S.th.I

Dalam menuai biji tasawuf tak jarang para penempuh malah terserimpung di jalan-jalan yang serba gamang. Sehingga mereka lebih sering berhenti pada pemainan-permainan klenik. Kalimat-kalimat filosofis, serta sepang terjang yang asketis. Bahkan pemberhentian-pemberhentian semacam itu pun, tak pernah disadari sebagai sebuah pemberhentian, namun justru di jastifikasi bahwa jalan semacam itu memang wajib dilaluinya guna mencapai makam yang tertinggi.

Padahal untuk menuai biji tasawuf yang sesungguhya maka dia harus memadukanya dengan nilai ajaran berimbang: al islam, al iman, al ihsan. Dengan demikian ketika jalan tasawuf bepadu dengan al iman maka setinggi apapun pencapaian spiritualitas seseorang tak akan pernah melenceng dari sumber aqidah mata air ajaran. Dan ketika jalan tasawuf berpadu dengan al islam maka apapun sepak terjang yang dilakukan sseseorang tak akan keluar dari ketetapan syariat agama. Apaplagi  jika jalan tasawuf berpadu dengan al ihsan maka dari keseluruhan cinta yang dilakukanya akan senantiasa bertumpu dengan kelembutan yang bertabur keindahan.

Keberimbangan anyaman dari jalan tasawuf dengan ketiga hal tersebut para penempuh jalan spiritual dapat menuai biji tasawuf secara benar. Biji itu bisa berupa taufiq petujuknya . bisa berupa petunjuk keadilan, kekuatan istiqomah, kesabaran yang terhampar sikap ketakwaan dan rasa iklas giroh perjuangan, kreatifitas beserta gugusan ide. Dan dari keseluruhan biji tersebut semuanya akan bermuara pada rel ketakwaan. Maqam taqwa inilah yang merupakan ujung pencapaian dari jalan tasawuf.

Dengan biji-biji tasawuf itulah perjalanan seseorang dalam menapaki bumi kehidupan dan langit perjalanan tak akan lagi menjadi timpang. Sebab dari ucapan, tindakan individual dan sepak terjang sosialnya, senantiasa melintasi self control kedirianya secara otomatis. Sehingga ungkapan-ungkapan yang keluar dari mulutnya adalah merupakan kalimat-kalimat yang terpilih. Begitu juga dengan tindakan-tindakan yang di lakukanya, juga secara otomatis pula menjadi tindakan –tindakan yang terpuji. Dan sepak terjang yang di cuatkanya pada peta social kemasyarakatan tentu pula merupakan ungkapan dari sikap dan sikapnya yang mengagumkan.

 Dengan demikian maka yang keluar dari dirinya lebih terjamin dari sikap dan tindakan yang lebih merancukan dan mericuhkan social. Sebab dengan menuai biji-biji tasawuf yang semacam itu jiwadan pikiran seseorang senantiasa dilanda ketenangan yang teramat teduh. Kedewasaan pikiran jiwa dan hati semacam itulah yang membuatnya selalu memiliki perilaku yang agung. Dan keagungan itulah yang menyebabkanya untuk senantiasa berdaya cipta tentang sesuatu yang agung pula, sehingga jauh dari kesiaan yang tiada guna.

Dengan kata lain, apabila para pejalan dapat memetik mata ajaran tasawuf maka biji-biji inilah yang ssenatiasa mengontrol kedirianya sehingga dapat mengontrol kondisi psikisnya  yang acap kali terkapar di arus kehidupan. Itulah yang menyebabkan kedirian para penempuh tasawuf lebih tampak tegar dan selalu tenang dalam setiap tindakanya. Ketenangan dan ketegaran itu pula yang ketika menyembul lewat raut muka sehingga terjadi menjadi lebih menarik bagai ketenangan sebuah danau yang teramat teduh. Maka wajar sekali jika setiap orang yang bertatapan denganya ingin jauh lebih dekat meskipun dengan rasa yang serba sungkan.

Apabila selama ini tak sedikit penempuh jalan tasawuf yang psikisnya malah terpuruk hal itu di karenakan tidak ada biji-biji tasawuf yang dapat dipetiknya. Semakin lama dirinya menapaki dunia tasawuf maka kian runyam pula bentuk raut mukanya sehingga bagi orang- orang di dekatnya mereka ingin lari seribu bahasa. Hanya mereka secara terpaksa saja yang masih mau berdampingan denganya. Untuk itulah dalam setiap tapakan jalan tasawuf hendaknya senantiasa pula dapat memetik biji-biji tersebut untuk di konsumsi- agar menyehatkan kedirianya. Dan agar biji-bijian tasawuf itu pun dapat di petik dengan segera maka dalam setiap perjalananya selalu mengikat mata ajaran tasawuf dengan tali al islam, al iman, al ihsan. Sebab hanya dengan cara inilah berbagai jalan menikung dalam perjalanan tasawuf yang menikung akan mudah dideteksi. Dengan demikian maka jalanan tasawuf akan senantiasa menjadi lempang, sehingga mempermudah dalam setiap jengkal perjalanannya.