Berikut penjelasan para ulama’ tentang bid’ah hasanah:
1.
Imam Nawawi dalam kitabnya[1], beliau menyatakan bid’ah
terbagi menjadi dua macam: yang hasanah (baik) dan yang qobihah (buruk)
2.
Alhafidz al Arobi[2] seorang pakar hadits yang bergelar
Al-hafidz, mufassir dan pakar fiqih dalam madzhab imam maliki, ia mengatakan
ini sebaik-baik bid’ah. Bid’ah yang dicela hanyalah semua bid’ah yang
bertentangan dengan As-sunnah. Dan perkara-perkara baru yang mengajak pada
kesesatan.
3.
Al –imam Muhammad bin Ismail as-Son’ani dalam
kitabnya[3] ia mengatakan: bid’ah
menurut bahasa adalah sesuatu yang dilakukan tanpa melihat contoh sebelumnya.
Dan yang dimaksud dengan bid’ah di sini
adalah sesuatu yang dilakukan tanpa didahului adanya syara’ dari Al-qur’an dan
Sunnah. Dan sungguh ulama’ telah membagi bid’ah menjadi lima bagian
a. Bid’ah
wajib seperti menjaga ilmu-ilmu agama dengan membukukannya dan menolak terhadap
kelompok sesat dengan tetap menegakkan dalil-dalil
b. Bid’ah
mandubah seperti membangun madrasah
c. Bid’ah
mubahah seperti bebasnya dalam macam-macam makanan dan kebanggaan pada baju
yang bagus
d. Bid’ah
yang diharamkan
e. Bid’ah
yang dimakruhkan dan keduanya sudah cukup jelas contohnya.
Adapun hadits “semua bid’ah itu sesat” adalah kata-kata yang
bersifat umum yang pemahamannya dibatasi.
4. Ibnu
hajar al-asqolani dalam kitabnya[4], beliau mengatakan tentang
bid’ah sebagai berikut: dalam konteks bahasa, bid’ah adalah sesuatu yang
dilakukan tanpa melihat contoh sebelumnya. Dan dalam konteks syara’ bid’ah
diucapkan sebagai lawan dari sunnah sehingga ia menjadi tercela. Hakikatnya
jika ibadah itu masuk dalam wilayah yang dianggap baik oleh syara’ maka itu
bid’ah yang baik. Dan jika bid’ah yang buruk oleh syara’ maka itu bid’ah dan
kalau tidak masuk pada keduanya maka itu masuk pada bagian mubah (boleh).
Pembagian bid’ah adalah suatu
keniscayaan. Karena dengan hati orang-orang yang suci dan logika orang-orang
yang berakal akan memberikan pemahaman yang komprehansif, mendalam dan
argumentative pada hadits
كل بدعة ضلا لة